Rabu, 27 Maret 2013

Hati Itu Mudah Berbolak Balik

Lama sudah ga nengok blog-ku yang satu ini. Kalau diibaratkan rumah, pasti dah banyak sarang laba-labanya. Jarang dijamah soale. Hi hi... Kenapa tiba-tiba nengok blog yang ini nih? Gara-gara tertarik berafiliasi dengan Amazon. Yaelah... Ada angin apa pulak tiba-tiba pengen cari pendapatan.

Sebenarnya bukan sesuatu yang bisa mendatangkan ketenangan bagiku sibuk bisnis. Wong kebutuhan duniawi sudah sangat tercukupi, tanpa rasa khawatir. Penasaran. Ya, itu dia kata yang tepat. Penasaran, kok orang-orang itu gigih dengan usahanya mencari rupiah, demi rupiah dari sesuatu yang bernama internet. Apa ga capek ya berkutat dengan gadget. Apa hasilnya memuaskan hati.

Jikalau membaca kehidupan para pendahulu yang shaih, yang tinggi zuhudnya terhadap dunia, gigih ibadah dan usahanya menuntut ilmu, iri rasa hati ini. Ibarat mereka naik pesawat, sudah melesat jauh dari landasan. Sedangkan aku baru melihat dari pagar bandara dan berangan-angan kapan punya tiket naik pesawat. Serasa ingin seperti mereka, menghabiskan waktu, melelahkan diri untuk mendekatkan diri dengan Rabb-nya, tapi perhiasan dunia ini begitu menggiurkan. Melambai-lambai sampai aku terbuai. Memanglah betul Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kita berdo'a, Yaa muqollabil quluub, tsabbit qolbi alaa diinik.

Memang agama kita tidak melarang kita mencari dunia. Tapi yang dilarang adalah terperdaya dengan dunia. Maka dari itu dalam mencari dunia pun ada aturannya. Sebelum dagang, harus tahu hukum-hukum syar'i perdagangan dahulu. Hmm, mungkin langkah inilah yang harus terlebih dulu kulakukan. Mencari ilmu...

Selasa, 28 September 2010


Tiba di Medan

20 September 2010, jadi hari pertama aku menginjakan kaki di kota Medan, tepatnya di Bandara Polonia. Rasanya tidak jauh berbeda dengan saat turun di Bandara Syamsudin Noor, Banjarbaru, Syawwal tahun yang lalu. Hanya saat tiba di Medan, badan rasanya lebih penat karena perjalanan dari Bandara Adi Sucipto, Jogja ke Medan empat kali lebih lama dibanding ke Banjarbaru, dari Jogja jam tujuh pagi, sampai Medan jam setengeh dua belas siang. Belum lagi saat penerbangan Jogja-Jakarta aku sempat mabok dulu. He... Maklum, lagi hamil. Alhamdulillah ada air sickness bag yang biasa aku kumpulkan waktu naik Mandala dari Banjarbaru ke Jogja. Kebetulan waktu naik Lion ke Jakarta, ga ada air sickness bag. Masalahnya, waktu mau mabok tanda-tandanya baru muncul beberapa menit saja sebelum isi perut keluar, jadi khawatir ga sempat minta kantong ke pramugara.
Karena memang belum makan nasi dan cuma makan jeruk, setelah muntah perutku rasanya keroncongan banget. Badan lemes, padahal barang kami yang dibawa ke kabin cukup banyak. Akhirnya, sesampainya di Jakarta, aku minta suamiki belikan roti. Waktu itu jam setengah sembilan, dan jadwal take off pesawat Jakarta-Medan juga setengah sembilan. Calon penumpang sudah diminta naik ke pesawat. Satu persatu orang di ruang tunggu mulai naik ke pesawat, hingga petugas penjaga pintu masuk ke pesawat berteriak, "ke Medan, sudah habis??!". Haduuh, suamiku belum kelihatan batang hidungnya. Aku mulai panik. Ada seorang ibu menyadari kepanikanku mulai bertanya, "Ke Medan?". "Iya, Bu, masih nunggu suami". "Aduh, mana suaminya, sudah mau berangkat pesawatnya. Panggil aja petugasnya dulu, suruh tunggu. Nanti kalian ditinggal". Lalu aku panggil petugas penjaga pintu agar menunggu beberapa saat lagi. Dari jauh, suamiku terlihat berlari kecil sambil membawa kantong kecil. Aduh, kasihannya suamiku... Kami langsung bergegas menuju pesawat. Ternyata di bibir pintu pesawat calon penumpang masih antri masuk. Hwaah, ternyata...
Beberapa saat kemudian, kami sudah duduk manis di kursi penumpang. Belum lagi pesawat takeoff, aku sudah minta makan roti. Hmmm, roti, isi vla coklat tebal. Rasanya enak, manisnya coklat campur gurihnya roti. Tapi baru aku makan setengah, lambungku rasanya sudah penuh. Pesawat sudah mulai jalan untuk segera takeoff. Aku sudah menyerah untuk menghabiskan roti saat itu. Aku minta suamiku menghabiskan. Dasar lapar, sekejap saja suamiku langsung menghabiskannya. Pesawat takeoff, dan sepanjang perjalanan kami tidur pulas setelah suamiku menghabiskan jatah rotinya.

Sekarang sudah sepuluh hari aku di Medan. Tinggal di Rumah Dinas bersama suamiku. Jadi ibu rumah tangga yang menghabiskan waktu di rumah. Bangun pagi, memasak untuk suami, mencuci baju, membereskan rumah, menunggu suami pulang. Begitulah aktifitasku beberapa hari terakhir ini. Tidak lagi pergi ke kantor tiap pagi, membuat laporan mingguan tiap awal pekan, membuat laporan, ikut pemeriksaan setempat, cari dokumen ini, itu, belum lagi pusing kalau pekerjaanku belum selesai atau ada kesalahan, padahal atasan sudah minta jadi. Meskipun begitu, ternyata jadi ibu rumah tangga bukan pekerjaan ringan lho. Kadang saat suami pulang istirahat siang, aku baru selesai masak. Padahal sejak suamiku pergi, aku sudah mulai beres-beres rumah. Karena ini memang tanggungjawab sebagai seorang istri, dan karena memang pilihanku sendiri untuk resign dari pekerjaanku, semuanya terasa menyenangkan. Memang tanggungjawab atas kepemimpinanku di rumah suamiku inilah yang akan diminta pertanggungjawabannya kelak di hari kiamat, jadi aku harus belajar bertanggungjawab atasnya. Lagipula memang seorang wanita diperintahkan untuk berada di rumahnya dan tidak keluar berhias seperti berhiasnya oarang-orang jahiliyah dahulu bukan...?

Keputusan untuk keluar dari pekerjaanku memang menuai reaksi negatif dari beberapa orang dekatku, terutama orangtuaku. Aku dianggap mengecewakan dan memutuskan harapan orang tua. Maafkan aku Ayah, Ibu,, baktiku pada kalian tidak bisa aku tunjukan lewat materi atau status sebagai Pegawai Negeri Sipil. Aku berharap bisa selalu mendo'akan kalian, dan membuat kalian bangga dengan cara yang lain. Tetaplah mendo'akanku jadi anak yang berbakti, istri yang berbakti, ibu yang baik untuk anak-anakku kelak. Semoga Allah mengampuniku, mengampuni kalian, menyayangi kita, menuntun keinginan kita agar selalu tertuju pada kebaikan.

Beruntunglah aku karena suamiku bukan orang yang suka menuntut macam-macam. Meskipun banyak hal yang kacau di rumah, dia tidak pernah marah. Walaupun masakanku rasanya ga karuan, dia selalu menghabiskan makanan terakhir di piring kami berdua. Makanan apa saja yang aku masak dia doyan. Malah aku yang sering kehilangan selera pada masakanku sendiri. He he... inginnya jagung rebus dan kueni terus. Malas makan nasi. Apalagi saat suamiku dinas luar seperti dua hari ini. Biasanya aku makan nasi karena suamiku makan. Sekarang ga ada suamiku, aku jadi perlu memaksakan diri untuk makan. Kasihan si dede' kalau ga dapat asupan nutrisi. Terimakasih Suamiku. Istrimu ini masih belajar, jadi mohonlah dimaklumi kekurangannya...

Rabu, 21 Juli 2010

Ummu, Ummu, Ummu...

Hari ini gara-gara sudah pusing ngoreksi Laporan Tim Sebelah, akhirnya browsing hal-hal yang ga penting di internet. Mulai browsing harga tiket, browsing gambar yang judulnya nama suamiku, browsing nama kunyahku, sampai akhirnya aku mampir ke blogku sendiri yang oleh pemiliknya-pun jarang dijamah.
Yang menarik adalah nama panggilan suamiku ternyata nama semuah produk minuman dari Iran. Pada tutup botolnya ada logo dalam huruf arab, yang kalau dieja, persis nama suamiku, "Arso". Heh heiii... Ternyata nama suamiku komersil juga.
Setelah mulai bosan atas rasa ingin tahu se"pasaran" apa nama suami, akhirnya aku searching nama email sekaligus kunyah sendiri, "ummuabdillah.63" (kalau ".63"-nya itu bukan nama kunyah). Hasilnya, nama tersebut banyak dipakai juga. Ada ustadazah, ada nama kunyah di facebook. Selain itu nemu blog akhwat yang "ndilalah" nama kunyahnya sama, cuma ga pakai ".63". Cuma blog ini sepertinya sudah tidak diisi lagi sama pembuatnya, karena postingan terakhirnya Desember 2008. Bisa jadi pemiliknya sudah punya blog lain, dan blog lamanya cuma jadi ajang coba-coba bikin blog. Atau dia sudah ga tertarik lagi dan punya kegiatan lain yang lebih menarik. Alasan itu seperti kebiasaanku saja. He...
Satu hasil pencarian yang bikin bangga adalah, ternyata Ummu Abdillah adalah kunyah-nya Ummahatul Mu'minin 'Aisyah, radhiallohu anha. Sebelumnya aku sudah tahu, tapi hari ini gregetnya lain saat baca artikel bahwa kunyah-nya 'Aisyah juga Ummu Abdillah. Bacanya di sini http://www.fiqhislam.com/agenda-muslim/tokoh/as-sunnah/nabi-muhammad-saw/3927-istri-istri-rasulullah-saw.html Semoga gak hanya sama nama kunyah ajah, tapi juga keimanan, ketakwaan dan akhlaq. (hu hu..., jadi ingat betapa kacaunya aku).
Tentang apa itu nama kunyah, bisa dibaca di sini http://konsultasisyariah.com/fikih/hukum-nama-kunyah.html

Selasa, 13 Juli 2010

Bagimu Pemuda Malas, Nan Enggan Bekerja

Pada sebuah kesempatan, Syaikh Masyhur Hasan Salman hafizhahullah ditanya, “Ada seorang pemuda, ia mampu bekerja tapi enggan bekerja. Apa pendapat anda?”

Beliau menjawab:

Pendapatku sama dengan pendapat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu,

أرى الشاب فيعجبني فأسأل عن عمله فيقولون لا يعمل فيسقط من عيني

Aku melihat seorang pemuda, ia membuatku kagum. Lalu aku bertanya kepada orang-orang mengenai pekerjaannya. Mereka mengatakan bahwa ia tidak bekerja. Seketika itu pemuda tersebut jatuh martabatnya di mataku

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إن أطيب كسب الرجل من يده

Pendapatan yang terbaik dari seseorang adalah hasil jerih payah tangannya

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seorang lelaki yang kulit tangannya kasar, beliau bersabda,

هذه يد يحبها الله ورسوله

Tangan ini dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya

Beliau juga bersabda,

إذا قامت القيامة وفي يد أحدكم فسيلة فليغرسها

Jika qiamat telah datang, dan ketika itu kalian memiliki cangkokan tanaman, tanamlah!

Beliau juga bersabda,

كفى بالمرء إثماً أن يضيع من يعول

Seseorang itu sudah cukup dikatakan sebagai pendosa jika ia menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggungannya

Jika seseorang duduk di masjid menyibukkan diri dalam urusan agama, menuntut ilmu agama atau beribadah namun menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya, ia adalah seorang pendosa. Ia tidak paham bahwa bekerja untuk menjaga iffah dirinya, istrinya dan anak-anaknya adalah ibadah. Terdapat hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الساعي على الأرملة والمسكين كالمجاهد في سبيل الله

Petugas pengantar shadaqah untuk janda dan orang miskin bagaikan mujahid di jalan Allah

Al Baihaqi dalam kitabnya, Syu’abul Iman, membawakan sebuah riwayat dari Umar radhiyallahu ‘anhu:

يا معشر القراء (أي العباد) ارفعوا رؤوسكم، ما أوضح الطريق، فاستبقوا الخيرات، ولا تكونوا كلاً على المسلمين

Wahai para pembaca Qur’an (yaitu ahli ibadah), angkatlah kepada kalian, sehingga teranglah jalan. Lalu berlombalah dalam kebaikan. Dan janganlah menjadi beban bagi kaum muslimin

Dan janganlah menjadi beban bagi orang lain. Muhammad bin Tsaur menceritakan, suatu ketika Sufyan Ats Tsauri melewati kami yang sedang berbincang di masjidil haram. Ia bertanya: ‘Kalian sedang membicarakan apa?’. Kami berkata: ‘Kami sedang berbincang tentang mengapa kita perlu bekerja?’. Beliau berkata:

اطلبوا من فضل الله ولا تكونوا عيالاً على المسلمين

Carilah rezeki dari Allah dan janganlah menjadi beban bagi kaum muslimin”.

Pada kesempatan lain, Sufyan Ats Tsauri sedang sibuk mengurus hartanya. Lalu datanglah seorang penuntut ilmu menanyakan sebuah permasalahan kepadanya, padahal beliau sedang sibuk berjual-beli. Orang tadi pun lalu memaparkan pertanyaannya. Sufyan Ats Tsauri lalu berkata: ‘Wahai anda, tolong diam, karena konsentrasiku sedang tertuju pada dirhamku, dan ia bisa saja hilang (rugi)’. Beliau pun biasa mengatakan,

لو هذه الضيعة لتمندل لي الملوك

Jika dirham-dirham ini hilang, sungguh para raja akan memanjakan diriku

Ayyub As Sikhtiani berkata:

الزم سوقك فإنك لا تزال كريماً مالم تحتج إلى أحد

Konsistenlah pada usaha dagangmu, karena engkau akan tetap mulia selama tidak berrgantung pada orang lain

Agama kita tidak mengajak untuk miskin. Ali radhiallahu ‘anhu berkata:

لو كان الفقر رجلاً لقتلته

“Andaikan kefaqiran itu berwujud seorang manusia, sungguh akan aku bunuh ia”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berdoa,

اللهم إني أعوذ بك من الكفر والفقر

Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari kekafiran dan kefaqiran

Maka wajib bagi setiap muslim untuk bekerja, berusaha, bersungguh-sungguh dan tidak menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya. Orang yang hanya duduk diam, ia bukanlah mutawakkil (orang yang tawakal), melainkan ia adalah mutawaakil (orang yang pura-pura tawakkal). Ini adalah kemalasan.

Manusia diciptakan di dunia agar mereka dapat bekerja, berusaha dan bersungguh-sungguh. Para nabi pun bekerja, Abu Bakar radhiallahu ‘anhu pun berdagang. Orang yang berpendirian bahwa duduk diam tanpa bekerja adalah tawakkal, kemungkinan pertama ia memiliki pemahaman agama yang salah, atau kemungkinan kedua ia adalah orang malas yang gemar mempercayakan urusannya pada orang lain.

Kepada orang yang demikian kami nasehatkan, perbaikilah niat anda dan carilah penghasilan yang halal, bertaqwalah kepada Allah dan tetap berada dalam ketaatan. Bersemangatlah untuk menghadiri perkumpulan penuntut ilmu dan menghadiri majelis ilmu dengan tanpa menelantarkan orang yang menjadi tanggungan anda. Orang yang inginnya meminta-meminta dari orang lain, Allah akan membukakan baginya pintu kefaqiran. Orang yang bekerja, dialah orang yang kaya. Karena kekayaan hakiki bukanlah harta, melainkan kekayaan jiwa. Orang yang kaya jiwanya tidak gemar meminta-minta kepada orang lain.

Semoga Allah Ta’ala memberi kita taufiq agar menjalankan apa yang Allah cintai dan ridhai.

[Diterjemahkan oleh Yulian Purnama dari Fatawa Syaikh Masyhur Hasan Salman, fatwa no.94]

*) Beliau adalah seorang ulama di masa ini yang berasal dari negeri Palestina, dan merupakan salah seorang murid dari Asy Syaikh Al Allamah Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah. Beliau dikenal sebagai seorang muhaqqiq (peneliti), pakar hadits dan pakar fiqih.

Penerjemah: Yulian Purnama

Artikel www.muslim.or.id

Selasa, 22 Juni 2010

Asal Dan Hikmah Pensyariatan Kurban Serta Hukum Kurban


ASAL PENSYARI’ATAN KURBAN

Kurban disyariatkan berdasarkan dalil Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’

Dari Al-Qur’an adalah firman Allah Ta’ala

“Artinya : Maka dirikanlah shalat karena Rabb-mu, dan berkurbanlah” [Al-Kautsar : 2]

Ibnu Katsir Rahimahullah dan selainnya berkata, “Yang benar bahwa yang dimaksud dengan an-nadr adalah menyembelih kurban, yaitu menyembelih unta dan sejenisnya” [1]

Sedangkan dari sunnah adalah perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Beliau menyembelih dua ekor kambing bertanduk dan gemuk dan beliau membaca basmalah dan bertakbir” [2]

Demikian juga hadits dari Al-Barra bin Azib Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata :
“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah kepada kami di hari raya kurban, lalu beliau berkata, ‘Janganlah seorang pun (dari kalian) menyembelih sampai di selesai shalat’. Seseorang berkata, ‘Aku memiliki inaq laban, ia lebih baik dari dua ekor kambing pedaging’. Beliau berkata, ‘Silahkan disembelih dan tidk sah jadz’ah dari seorang setelahmu” [3]

Dan dari ijma’ adalah apa yang telah menjadi ketetapn ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin dari zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai sekarang tentang pensyari’atan kurban, dan tidak ada satu nukilan dari seorang pun yang menyelisihi hal itu. Dan sandaran ijma’ tersebut adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan dalam Al-Mughni, ‘Kaum muslimin telah sepakat tentang pensyariatan kurban [4]. Sedangkan Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan, “Dan tidak ada perselisihan pendapat bahwa kurban itu termasuk syi’ar-syi’ar agama [5].

HIKMAH PENSYARIATAN KURBAN

Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan kurban untuk mewujudkan hikmah-hikmah berikut.

[1]. Mencontoh bapak kita Nabi Ibrahim “Alaihis Salam yang diperintahkan agar menyembelih buah hatinya (anaknya), lalau ia meyakini kebenaran mimpinya dan melaksanakannya serta membaringkan anaknya di atas pelipisnya, maka Allah memanggilnmya dan menggantikannya dengan sembelihan yang besar. Mahabenar Allah Yang Mahaagung, ketika berfirman.

“Artinya : Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka fikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab, ‘Hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia, ‘Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah mebenarkan mimpi itu’, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar” [Ash-Shaaffaat : 102-107]

Dalam penyembelihan kurban terdapat upaya menghidupkan sunnah ini dan menyembelih sesuatu dari pemberian Allah kepada manusia sebagai ungkapan rasa syukur kepada Pemilik dan Pemberi kenikmatan. Syukur yang tertinggi adalah kemurnian ketaatan dengan mengerjakan seluruh perintahNya.

[2]. Mencukupkan orang lain di hari ‘Id, karena ketika seorang muslim menyembelih kurbannya, maka ia telah mencukupi diri dan keluarganya, dan ketika ia menghadiahkan sebagiannya untuk teman dan tetangga dan kerabatnya, maka dia telah mencukupi mereka, serta ketika ia bershadaqah dengan sebagiannya kepada para fakir miskin dan orang yang membtuhkannya, maka ia telah mencukupi mereka dari meminta-minta pada hari yang menjadi hari bahagia dan senang tersebut.

HUKUM BERKURBAN

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum kurban menjadi beberapa pendapat, yang paling masyhur ada dua pendapat, yaitu.

Pendapat Pertama

Hukum kurban adalah sunnah mu’akkadah, pelakunya mendapat pahala dan yang meninggalkannya tidak berdosa. Inilah pendapat mayoritas ulama salaf dan yang setelah mereka.

Pendapat Kedua

Hukum kurban adalah wajib secara syar’i atas muslim yang mampu dan tidak musafir, dan berdosa jika tidak berkurban. Inilah pendapat Abu Hanifah dan selainnya dari para ulama.

Setiap pendapat ini berdalil dengan dalil yang telah dipaparkan dalam kitab-kitab madzhab. Pendapat yang menenangkan jiwa dan didukung dengan dalil-dalil kuat dalam pandangan saya bahwa hukum kurban adalah sunnah mu’akkadah, tidak wajib.

Ibnu Hazm Rahimahullah berkata, “Kurban hukumnya sunnah hasanah, tidak wajib. Barangsiapa meninggalkannya tanpa kebencian terhadapnya, maka tidaklah berdosa [6]

Sedangkan Imam An-Nawawi Rahimahullah mengatakan, “Para ulama berbeda pendapat tentang kewajiban kurban atas orang yang mampu. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa kurban itu sunnah bagi orang yang mampu, jika tidak melakukannya tanpa udzur, maka ia tidak berdosa dan tidak harus mengqadha’nya. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kurban itu wajib atas orang yang mampu. [7]

[Disalin dari kitab Ahkaamul Iidain wa Asyri Dzil Hijjah, Edisi Indonesia Lebaran Menurut Sunnah Yang Shahih, Penulis Dr Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Penerjemah Kholid Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]

__________
Foote Note
[1]. Tafsir Ibni Katsir (IV/558), Zaadul Masiir, karya Ibnul Jauzi (I/249) dan Tafsiir Al-Qurthubi (XI/218]
[2]. Hadits Riwayat Bukhari dan Musim lihat Fathul Baari (X/9) dan Shahih Muslim bi Syarh An-Nawawi (XIII/120).
[3]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim lihat Fathul Baari (X/6) dan Shahihh Muslim bi Syarh An-Nawawi (XIII/113)
[4]. Al-Mughni (VIII/617)
[5]. Fathul Baari (/3)
[6]. Al-Muhalla (VIII/3)
[7]. Shahiih Muslim bi Syarh An-Nawawi (XIII/110) dan lihat dalil dua pendapat ini dan perdebatannya dalam Fathul Baari (X/3), Bidaayatul Mujtahid (I/448), Mughniyul Mubtaaj (IV/282) Majmu Al-Fatawaa (XXVI/304), Al-Mughni dan Syarhhul Kabiir (XI/94) dan Al-Mughni (VIII/617) dan setelahnya
.